-->
9vfg0AJa4SKEeswrn3rRCky8f8QOEXRuxxHmRFzq
© Ifhaam. All rights reserved. Premium By Raushan Design

Labels

Bookmark

Dilalah Mustholah ينبغي dan لا ينيعي dalam Fiqih Syafi'i

Disaat kita membaca kitab-kitab fiqih, tak jarang kita menemukan redaksi ينبغي atau لا ينبغي. Kemudian yang menjadi pertanyaan ialah dalam tinjauan hukum, redaksi ينبغي ini  menunjukan pada hukum apa..? apakah wajib, sunnah, atau mubah, begitu pun dengan لا ينبغي apakah menunjukan pada hukum haram, makruh atau khilaful aula. 

Nah, dalam tulisan ini kita akan membahas mengenai hal ini. namun sebelum kita membahasnya. sebaiknya kita membahas terlebih dahulu  mengenai haqiqah lughowiyyah (hakikat kebahasaan) dan hakikat syar'iyyah dari redaksi tersebut.

Pertama, Haqiqat Lughowiyyah

Yang dimaksud haqiqah lughowiyyah atau hakikat kebahasaan itu sendiri  adalah

 اللفظ المستعمل فيما وضع له في اللغة 

lafadz yang digunakan untuk menunjukan makna sebagaimana ketika lafadz tersebut dibuat secara kebahasaan. Nah, sehingga ketika kita bermaksud membahas "haqiqah lughowiyyah dari lafadz ينبعي" maka artinya kita akan membahas makna yang ditunjukan lafadz tersebut sebagaimana ketika lafadz tersebut dibentuk (dibuat) secara kebahasaan. 

ينبغي merupakan termasuk dari fiil yang memiliki faidah makna muthowa'ah, muthowa'ah sendiri diartikan dengan sebuah makna yang hasil setelah terjadinya fiil muta'adi. dalam kitab-kitab shorof contoh umum yang sering digunakan untuk mencontohkan makna muthowa'ah ialah lafadz انكسر seperti contoh dalam redaksi انكسر الزجاج artinya "kaca terpecah" nah انكسر termasuk fi'il yang memiliki makna mutowa'ah, maka artinya, sebelum terjadinya pecah kaca, ada subjek yang memecahkan kaca. berdasarkan ketentuan seperti itu maka disaat kita menemukan fiil yang berfaidah muthowa'ah, kita mesti melanjutkan pertanyaan-nya yakni " muthowaah dari apa..?" seperti disini انكسر ialah muthowaah dari كسر. bisa kita simpulkan bahwa adanya redaksi semisal انكسر الزجاج (kaca terpecah) ialah setelah adanya redaksi كسرت الزجاج yang artinya "saya memecahkan kaca". sehingga tartibnya akan seperti berikut ini :

 كسرت الزجاج فانكسر الزجاج 

"saya memecahkan kaca maka terpecahlah kaca". 

Nah,  setelah kita meyinggung sedikit mengenai "muthowa'ah". Selanjutnya sebagaimana dijelaskan diatas bahwa lafadz ينبغي ini memiliki makna muthowa'ah maka hal selanjutnya yang perlu kita ketahui yakni asal dari redaksi ينبغي, sebagaimana انكسر yang asalnya كسر, asal untuk ينبغي sendiri ialah

 بغيت الشيء اي اذا طلبته "Saya menginginkan sesuatu yakni ketika saya memintanya".

 ينبغي termasuk fiil yang mutaa'di dengan lam (ل), maka dapat diucapkan seperti berikut ينبغي لك ان تفعل كذا

Penggunaan kalimat ينبغي dalam bentuk selain sighot fi'il mudhori' itu hukumnya langka, dan ketika dimaksud untuk menunjukan makna madi maka biasanya menggunakan redaksi كان ينبغي atau ما كان ينبغي. Kemudian secara bahasa, ينبغي memiliki makna yang beragam sesuai dengan penggunaannya, walaupun pada dasarnya semua makna tersebut kembali pada satu makna yakni makna الطلب, dan sebagian dari makna yang beragam itu ialah makna :  يصلح- يحسن-يطلب-الاولى-يستحب - يندب -يؤمر - يجب - يلزم

Abu Hilal Al Asykari (w.395 H) menuturkan tentang perbedaan kecil antara redaksi يجب كذا dengan redaksi ينبغي كذا, menurutnya bahwa hal yang dituntut oleh keduanya sama sama hal baik, namun perbedaan nya yakni tuntutan dalam  ينبغي tidak mesti lazim, sedangkan tuntutan dalam يجب dipastikan lazimnya. 

Sebagaimana ينبغي memiliki beberapa makna, begitupun dengan bentuk nafi-nya yakni لا ينبغي, ia memiliki beragam makna sesuai dengan penggunaannya. Diantara ragam makna tersebut yaitu bermakna :

 لا يصلح - لا يندب - لا يحسن - وخلاف الأولى  -  ولا يجوز -  ولا يستقيم - ولا يصحّ - ولا يليق - ولا يسهل - ولا يتيسر

Kedua, Haqiqat Syar'iyyah

Ketika lafadz ينبغي ada dalam nash syar'i maka sesungguhnya menunjukan pada makna "sangat dikukuhkan nya" sesuatu tersebut. sebagai contoh kita bisa melihat dari salah satu riwayat hadits yakni hadits tentang 'Uqbah bin 'Amir radiyallahu anhu dimana beliau bertanya kepada Rasulullah : "Ya Rasulallah 

انك تبعثنا فننزل بقوم فلا يقروننا فما ترى ؟ 

"sesunggguhnya engkau mengutus kami kemudian kami singgah disebuah kaum namun mereka tidak melayani kami (memberikan hak kami sebagai tamu) bagaimana pendapat engkau mengenai hal ini..?." kemudian Rasulullah bersabda,

ان نزلتم بقوم فأمر لكم بما ينبغي للضيف فاقبلوا فإن لم يفعلوا فخذوا منهم حق الضيف الذي ينبعي لهم 

"Jika kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka melayani kalian sebagaimana layaknya seorang tamu, maka terimalah layanan mereka, jika mereka tidak melayani kalian, maka kalian boleh mengambil dari mereka hak tamu yang pantas mereka berikan."

kemudian kalimat لا ينبغي juga banyak kita temukan dalam nash Al Qur'an di banyak tempat, diantaranya ayat- ayat berikut ini 

وما ينبغي للرحمن ان يتخذ ولدا 

"dan tidak layak bagi Tuhan yang maha pemurah mengambil (mempunyai) anak." (maryam19:92)

.....قالوا سبحانك ما كان ينبغي لنا ان نتخذا من دونك من اولياء 

"Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha suci engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain engkau (untuk jadi) pelindung."

selain banyak ditemukan didalam Al Qur'an, juga banyak ditemukan didalam sabda Rasulullah Saw. diantaranya dalam redaksi riwayat berikut.

diriwayatkan dari 'Uqbah bin 'Amir R.A beliau berkata bahwasanya Rasulullah dihadiahi baju yang terbuat dari sutra, kemudian beliau mengenakanya untuk shalat, seusai shalat beliau melepaskan baju tersebut secara paksa seakan akan beliau memebencinya, dan beliau bersabda : لا ينبغي هذا للمتقين "baju ini tidak layak dipakai oleh orang-orang yang bertaqwa.

pada dasarnya masih banyak riwayat-riwayat lainnya yang memuat redaksi لا ينبغي. 

kemudian mengenai penjelasan haqiqat syar'iyyah dari kalimat ini, kita bisa mengutip beberapa penjelasan ulama mengenai ini. 

Abu al Baqa Al Kaffawy (w. 1094 h) dalam al kulliyyat  hal.968 beliau menuturkan bahwa redaksi لا ينبغي didalam Al Qur'an menunjukan terhadap tercegahnya sebuah perkara secara syara' dan akal. 

kemudian Syekh Jamaluddin Al Qasimi (w.1332 h) dalam mahaasin at-ta'wil  juz.3 hal 157-158 juga menjelaskan mengenai hal serupa yakni redaksi لا ينبغي yang terdapat dalam nash Al qur'an itu menunjukan atas tercegahnya sesuatu secara syara' dan akal.


Nah, setelah kita ulas sedikit pembahasan mengenai haqiqat lughowiyyah dan  haqiqat syar'iyyah  dari lafadz ينبغي dan لا ينبغي , kita akan mulai masuk pada pembahasan dilalah mustholah ينبغي  dalam fiqih syafi'i, sehingga dengan ulasan ini setidaknya kita akan faham ketika menemukan 2 redaksi ini dalam kitab-kitab fiqih syafi'i, apa sih makna atau hukum yang dimaksud dari 2 redaksi tersebut dalam kacamata fiqih syafi'i. 


Dilalah mustholah ينبغي  dalam fiqih syafi'i

pada dasarnya kita belum menemukan diantara para imam madzhab syafi'i yang menjelaskan secara langsung batasan batasan pasti dari dua redaksi ini yang bisa kita jadikan rujukan dalam penggunaannya secara umum, maksudnya belum menemukan ulama yang menjelaskan batasan batasan tertentu dimana dengan batasan tertentu kita bisa mengetahui bahwa 2 redaksi tersebut menunjukan pada makna tertentu tidak lagi ada ihtimal antara beberapa makna, sehingga dengan adanya poin poin seperti itu kita bisa menerapkan nya pada redaksi manapun di kitab kitab fiqih syafi'i, yang memang memenuhi batasan tersebut. namun walau demikian, kita akan tetap banyak menemukan penjelasan dari maksud  makna  ينبغي atau لا ينبغي dalam redaksi tertentu dalam kitab tertentu secara khusus, sehingga hal ini hanya dimaksud untuk menjelaskan makna yang dimaksud dari redaksi dalam kitab tersebut tidak secara umum. Contoh seperti apa yang dilakukan oleh  Abi Abbas Al Fayumi dalam kitabnya Misbah al Munir, kitab ini menjelaskan maksud dari redaksi-redaksi fiqih syafi'i yang terdapat dalam kitab syarh al kabir nya Imam  Arrofi'i. pada juz 1 halaman 58 dikitab tersebut beliau menjelaskan bahwa maksud dari redaksi ينبغي أن يكون كذا jika ditemukan dalam kitab syarah al kabir, bermakna disunahkan dengan sunnah yang dikukuhkan sehingga tak elok untuk ditinggalkan. 

kemudian Ibn Hajar (w.974 h) dalam kitab tuhfatul muhtaj juz 1 hal. 54-55 beliau menjelaskan bahwa makna dari ينبغي itu ialah يطلب , kemudian menurut beliau bahwa ghalib dari redaksi tersebut menunjukan pada makna sunnah, namun dilain waktu juga menunjukan makna wajib. Hanya saja adanya redaksi ينبغي yang menunjukan pada makna wajib itu sedikit sebagaimana beliau jelaskan dalam fatawa hadisiyah hal.108, disana dituturkan : 

وكون ينبغي قد تستعمل بمعنى يجب قليل

Bukan hanya digunakan untuk menunjukan pada dua hukum tersebut, menurutnya bahwa redaksi ini juga terkadang digunakan untuk menunjukan makna jawaz (boleh) atau makna tarjih (unggul).

Kemudian kita juga bisa melihat penjelasan Syekh Khotib Asyirbini (w.977 h) dalam kitab mughni al muhtaj juz. 4 hal.77-78, disaat mengurai salah satu permaslahan yang didalamnya termuat redaksi ينبغي. menurutnya bahwa ينبغي itu menunjukan pada tuntutan yang bersifat sunnah atau wajib, beliau menegaskan bahwasanya redaksi ini tidak tertuju pada makna mubah, dalam pengakuanya ia mengatakan belum pernah mengetahui adanya seseorang yang mengarahkan redaksi ini pada makna mubah. selanjutnya untuk makna dari redaksi لا ينبغي menurutnya bermakna tidak adanya tuntutan, sehingga bisa tertuju pada makna mubah, makruh, dan haram.

bisa kita jadikan sebagai penguatan atas apa yang beliau jelaskan dalam mughni disini, yaitu ibarot yang ada dalam kitab iqna  disana dituturkan 

وإنه لا ينبغي إزالة النجاسة بماء زمزم سيما في الإستنجاء لما قيل إنه يورث البواسير ....وهل إزالة النجاسة به حرام او مكروه او خلاف الأولى .... المعتمد الكراهة 

sesungguhnya tidak patut menghilangkan najis dengan menggunakan air zam-zam, apalagi digunakan untuk istinja', karena sebagaimana banyak diucapkan bahwa hal itu dapat menyebabkan penyakit wasir/ambien.... apakah maksud dari tidak patut menghilangkan najis dengan air zam-zam disini itu hukumnya haram, makruh atau khilaful aula... menurut pendapapat mu'tamad ialah makruh. 

nah, poin yang dapat kita ambil ialah, bahwa Syekh Khotib dalam redaksi diatas disaat menjelaskan pengarahan hukum dari kalimat لا ينبغي ia menampilkan tiga opsi yakni haram, makruh, dan khilaful aula. berbicara khilaful aula  perlu sedikit kita singgung mengenai perbedaan antara makruh dan khilaful aula dalam Fiqih Syafi'i. dalam madzhab syafi'i hukum khilaful aula lebih ringan daripada makruh, karena dalam madzhab syafi'i makruh ditujukan pada nahi ghoir jazim al makhsus bi amrin mu'ayyan (larangan yang tidak mengikat yang di khususkan pada perkara yang ditentukan), sedangkan khilaful aula sendiri ditunjukan pada nahi ghoir jazim ghoir mahksus bi amrin  mu'ayyan (larangan yang tak mengikat yang tidak dikhususkan pada perkara teretentu)

mengenai penjelasan ينبغي ini Imam Romli (w.1004 h) dalam nihayatul muhtaj menerangkan

ولفظة ينبغي محتملة للوجوب والندب وتحمل على احدهما بالقرينة 

lafadz ينبغي ini masih ihtimal (memiliki kemungkinan) terhadap hukum wajib dan sunnah, kemudian makna dari lafadz ini diarahkan terhadap salah satu hukum tadi dengan menggunakan qorinah (tanda). Abu Dhiya' Asyibromalisy menambahkan dalam kitab nya yang merupakan hasiyah atas nihayatul muhtaj itu sendiri.  menurutnya disaat tidak ada qorinah yang menunjukan pada salah satu dari dua hukum tadi sehingga terjadi taradud dalam hukum syara' maka makna nya diarahkan pada makna sunnah. 

dari beberapa keterangan yang bisa kita ambil, dapat disimpulkan bahwa secara gholib mustholah ينبغي itu menunjukan pada makna yang masih ihtimal antara sunnah dan wajib yakni bisa diarahkan pada 2 hukum tersebut, antara sunnah dan wajib. dan siyaaqul kalam (konteks pembahasan) lah yang menjelaskan pada makna mana yang dimaksud oleh mutakallim (penutur) sebagaimana yang dituturkan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad bin Sa'di Ali Sa'di Al Ghamidi, ia menuturkan :

والسياق الذي يبين اي المعنيين يقصده المتكلم

berikut ini adalah diantara contoh penggunaan ينبغي dan لا ينبغي dalam beberapa redaksi yang ada dalam kitab-kitab fiqih syafi'i

Penggunaan ينبغي 

1. Diarahkan pada makna sunnah

salah satu contoh redaksi ينبغي yang diarahkan pada hukum sunnah adalah redaksi yang termuat dalam salah satu ungkapan Imam Jalaluddin Al Mahalli (w.864 h) dalam kitabnya syarh jalaluddin al mahalli 'ala minhaji tholibin lil imam annawawi  juz.1 hal.379 dalam menjelaskan mengenai ghoslul janazah (memandikan jenazah)

لسيد الذميّة غسلها, ويلفّان اي السيد و احد الزوجين حرقة على يدهما ولا مس بينهما وبين الميت اي ينبغي ذلك كما عبّر في المحرر فإن لم يفعله صح الغسل 

Nah, Imam Qalyubi (w.1069 h) dalam menafsirkan mustholah ينبغي yang termuat dalam 'ibarot diatas beliau mengarahkan pada hukum sunnah. bisa dilihat dalam hasyiyah qalyubi 'ala syarh jalaluddin al mahalli 'ala minhaji tholibin li annawawi juz.1 hal.379

ويلفّان اي ندبًٍا..........قوله : ينبغي اي يندب

2. Diarahkan pada makna wajib

pengarahan makna ينبغي pada hukum wajib salah satunya bisa kita lihat pada redaksi yang ada dalam kitab nihayatul muhtaj ila syarh minhaj juz.2 hal.421. 

Dalam menafsirkan ungkapan saahibul minhaj 

قال الشافعي : لكن ينبغي ان يحرص الإمام على أن يكون خروجهم في غير يوم خروجنا لئلا تقع المساواة والمضاهاة في ذلك

Imam Ramli dalam kitabnya nihayatul muhtaj mengarahkan redaksi ينبغي yang ada dalam redaksi tersebut pada hukum wajib. pengarahan ini karena sebab wujudnya 'illat  yakni dalam redaksi لئلا تقع المساواة

قوله : لكن ينبغي اي يجب, اخذًا من التعليل في قوله : لئلا تقع المساواة 

Penggunaan لا ينبغي

1. Diarahkan pada makna haram

Pengarahan لا ينبغي pada hukum haram yaitu seperti contoh  ungkapan nya Abu Al Ma'ali Al Juwaini (w.4788 H) dalam nihayatul mathlab fi diroyatil madzhab Juz.12 Hal.10

وكان يحرم عليه صلى الله عليه وسلم نكاح الأمة الكتابية كما يحرم على غيره. قلت : فلا ينبغي ان تعد من خصائصه

Haram bagi Rasulullah SAW menikahi amat kitabi sebagaimana diharamkan kepada selainya. Maka tidak seyogyanya menganggap hukum tersebut sebagian dari kekhususannya.

Nah, maksud dari لا ينبغي dalam redaksi terebut adalah haram.

2. Diarahkan pada makna makruh

Sebagian dari contoh penggunaan لا ينبغي yang diarahkan pada makna makruh ialah redaksi yang termuat dalam ungkapan Imam Al Baghowi (w. 516h)

Dalam kitab Attahdzib fi fiqhi al Imam Asyafi'i juz.2 hal.280

والسنة ان لا يكون موقف الإمام ارفع من موقف المأموم وكذلك لا ينبغي موضع المأموم ارفع من موضع الإمام لأنه اذا كره ان يعلو الإمام فأن يكره ان يعلو المأموم اولي

Nah redaksi لا ينبغي dalam ibarot tersebut diarahkan pada hukum makruh. Hal ini juga sama dengan apa yang di utarakan Imam Nawawi (w. 676 H) dalam kitab raudhotu tholibin wa 'umdatul muftin juz.1 hal.378

3. Diarahkan pada hukum khilaful aula

Maksudnya penggunaan redaksi لا ينبغي yang diarahkan pada nahi (larangan)  yang bukan dalam makna haram ataupun makruh. Nah salah satu penggunaan redaksi لا ينبغي yang diarahkan pada makna khilaful aula ini ialah salah satu ungkapan Imam Taqiyuddin Assubki (w. 756 H) dalam kitab qadaai al arb fi asilatil halb yang merupakan jawaban atas permasalahan hukum membaca Al Qur'an di Hammam (kamar mandi)

وإن قلنا بأن الحمّام تكثر فيه النجاسة كرهت القراءة فيه وفي غيره. فلذلك الراجح والقول الأحق عندنا عدم الكراهة.
Jadi dalam hal ini Imam Taqiyyudin Assubki berpedapat bahwa hukumnya tidak makruh membaca Al quran di hammam. Nah menurut Imam Taqiyudin bahwa redaksi لا ينبغي dalam ibarot Abi Qasim Ashoimari mengenai hal yang sama dalam kitab syarh alkifayah itu bukan redaksi shorih yang menunjukan terhadap hukum makruh melainkan ihtimal pada khilaful aula.

Seperti inilah ulasan singkat mengenai dilalah mustholah ينبغي  dan لا ينبغي dalam fiqih syafi'i.

Wa allahu 'alam.


...................

1. hadits riwayat bukhari no.2281

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْنَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ تَبْعَثُنَا فَنَنْزِلُ بِقَوْمٍ لَا يَقْرُونَا فَمَا تَرَى فِيهِ فَقَالَ لَنَا إِنْ نَزَلْتُمْ بِقَوْمٍ فَأُمِرَ لَكُمْ بِمَا يَنْبَغِي لِلضَّيْفِ فَاقْبَلُوا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلُوا فَخُذُوا مِنْهُمْ حَقَّ الضَّيْفِ
2 comments

2 comments

  • Wawii asy syanjuriy
    Wawii asy syanjuriy
    June 12, 2024 at 7:41 AM
    Syukron katsir ama hamdaniy 😊
    Reply
  • Miftah
    Miftah
    June 12, 2024 at 6:25 AM
    Alhamdulillah. Ada sedikit gambaran.
    Reply