Mengapa mesti membahas daur dan tasalsul..? Karena jika kita memaksakan untuk menjawab pertanyaan tadi, maka akan ada dua kemungkinan jawaban dan masing-masing dari keduanya akan menetapkan pada daur dan tasalsul yang mana kedua konsep ini tertolak secara logika.
Pertama, Siapa yang menciptakan Tuhan..? Jika dijawab “ dzat lain yang sama dengan Tuhan (Tuhan yang lainnya)” maka jawaban ini akan menetapkan pada tasalsul. karena nantinya akan menyimpulkan bahwa wujudnya Tuhan membutuhkan tuhan lain dan si “tuhan lain” ini pun akan membutuhkan pada tuhan lainnya yang mewujudkan dan akan terus berantai seperti ini, tanpa ada akhir . Hal ini sangat bertentangan dengan sifat wahdaniyyah, karena dengan berlakunya tasalsul nanti akan menetapkan banyak tuhan (ta’adud) sedangkan terbilangnya Tuhan adalah sesuatu yang mustahil, karena secara akal Tuhan wajib memiliki sifat wahdaniyyah (Maha Tunggal). Mengenai dalil wajibnya wahdaniyyah bagi Tuhan dan dalil mustahilnya ta’adud bagi Tuhan bisa dilihat dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Tuhan tak esa semesta tiada, memahami konsep burhan tawarud dan tamanu’”
Kedua, Siapa yang menciptakan Tuhan..? Jika dijawab “dzat lain yang berbeda dengan Tuhan (Makhluk), maka jawaban seperti ini akan menetapkan pada daur. Sebab akan menyimpulkan bahwa wujudnya makhluq diwujudkan oleh Tuhan, dan wujudnya Tuhan membutuhkan pada Makhluq akhirnya akan berputar saling bergantung dan jelas ini mustahil, selain bertentangan dengan sifat wajib qiyamuhu bi nafsihi (berdiri sendiri) jawaban semacam diatas ini juga akan menyimpulkan kesimpulan berikut "makhluq tidak akan wujud karena wujudnya membutuhkan Tuhan, dan Tuhan pun tidak akan wujud karena wujudnya membutuhkan makhluq yang menciptakan". Sedangkan dalam kenyataannya sekarang sebagaimana yang kita saksikan, Makhluq wujud begitupun Tuhan juga Wujud ini mengartikan bahwa pernyataan Tuhan diciptakan Makhluk adalah pernyataan batil dan logika yang fatal.
Alhasil, dua gambaran kemungkinan jawaban dari pertanyaan diatas keduanya sangat bertentangan dengan sifat wajib qiyamuhu bi nafsishi, dan ini bukan hanya tentang jawaban, tetapi memang sejak dari awal pertanyaan nya akan menjurus pada jawaban yang mustahil.
Sehingga ini bukan tentang benar atau salahnya jawaban dari pertanyaan “Siapakah yang menciptakan Tuhan..?” tetapi tentang tidak tepatnya pertanyaan yang diajukan, karena pertanyaan tersebut akan menghasilkan jawaban jawaban yang menjurus pada kebathilan.
Selanjutnya yang perlu kita fahami lebih dalam untuk menguatkan hal ini yaitu memahami lebih jauh tentang sifat wajib qiyamuhu binafsihi, memahami konsep daur dan tasalsul secara mendalam sehinggah bisa membuktikan batalnya 2 konsep ini. Dan In Syaa Allah kita akan ulas ketiga poin penting tersebut secara terpisah dalam artikel khusus.
Wa allahu ‘alam


_20250416_210438_0000.png)

Post a Comment