si A : "wah keren nih bajunya, boleh lah dikasih"
si B : "nggak lah, kalau mau mah pake aja dulu"
nah apa yang dilakukan si B itu sebagai bentuk اباحة الإنتفاع (perizinan untuk mengambil manfaat), sehingga bagi si A punya haq untuk mengambil manfaat (حق الإنتفاع). ingat si A hanya memiliki izin mengambil manfaat bukan memiliki manfaat. emang beda..?
Mayoritas ulama madzhab syafi'i (lihat. Asybah wa nadhoir li suyuti 1/531), yang juga sejalan dengan mayoritas ulama madzhab maliki (lihat. alfuruq al qarafi 2/295), dan mayoritas ulama madzhab hanbali (lihat. al qawaaid li ibn rajab h.197). Mereka membedakan antara حق الإنتفاع dengan ملك المنفعة . menurutnya bahwa milkul manfa'ah lebih umum dari haqqul intifa'. orang yang memiliki manfaat atas 'ain tertentu maka ia memiliki haq untuk mengambil manfaat dari 'ain tersebut dan ia bisa mentashorufkan manfa'at tersebut seperti menghibahkan manfaat tersebut, atau meminjamkan manfaat tersebut. Sedangkan orang yang memiliki izin untuk mengambil manfaat, ia hanya bisa mengambil manfaat saja tidak memiliki legislasi untuk mentashorufkan manfaat tersebut.
hal diatas bisa disimpulkan juga sebagai bentuk perbedaan dari konsekwensi antara اباحة الإنتفاع dengan تمليك المنفعة
runtutnya seperti ini,
ibahatul intifa' > haqqul intifa'
secara garis besar dapat disimpulkan bahwa milkul manfa'ah berbeda dengan haqqul intitfa' dilihat dari dua aspek
Pertama, haqqul intifa' lebih lemah dari milkul manfa'ah dalam artian kuasa yang dimiliki lebih terbatas. diantaranya ialah, orang yang memiliki izin pemanfaatan (haqqul intifa') tidak bisa mentasharofkan manfaat dari a'in tersebut. contoh dari bentuk ibahatul intifa' adalah pinjaman (i'aroh/ariyyah) orang yang meminjam dia punya legislasi untuk mengambil manfaat dari barang yang dipinjam, namun ia tidak bisa mentashorufkan nya kembali seperti memijnjamkannya kembali kepada yang lain, menyewanyakan nya, atau dalam bentuk tasharuf lainnya. berbeda dengan orang yang memiliki haq manfaat dia bisa mentashorufkan kembali manfaatnya tersebut, contoh dari bentuk tamlik manfa'ah adalah akad sewa, orang yang menyewa dia memiliki haqqul manfa'ah. sehingga si penyewa boleh meminjamkan barang sewaan nya kepada yang lain atau meng-hibahkan manfaatnya kepada yang lain.¹
Kedua, sebab dari haqqul intifa' lebih umum dari pada milkul manfa'ah. artinya konsekwensi haqqul intifa' tidak mesti ditetapkan melalu sebuah akad berbeda dengan milkul manfaah yang hanya tsubut (tetap) melalui akad.
sedikitnya ada tiga sebab dari tsubut nya haqqul intifa'
1. Akad
haqqul intifa' bisa tetap melalui akad, seperti akad i'aroh (pinjaman). walaupun menetapkan nya akad i'arah pada haqqul intifa' ini masih ikhtilaf diantara para imam madzhab.
Dalam madzhab Hanafiyyah dan Malikiyyah, akad i'aroh bersifat pemberian kepemilikan manfaat barang (tamlikul manfa'ah). Berbeda dengan madzhab Syafi'i dan madzhab Hanbali, menurut kedua madzhab ini, akad i'aroh bersifat perizinan pemanfaatan barang (ibaahatul intifa') bukan tamlik.²
2. Ibahah Asliyyah
haqqul intifa' bisa tetap dengan sebab perizinan yang bersifat asal, seperti kita bisa menikmati manfaat jalan umum, masjid, dan yang lainnya yang memang sedari awal atau secara asal sudah ada legislasinya.
3. Izin dari pemilik khusus
selain tsubut dengan dua sebab diatas, haqqul intifa' bisa tsubut dengan sebab adanya izin dari pemilik khusus untuk mengambil manfaat. contohnya seperti kasus tuan rumah yang menyuguhkan makanan untuk tamunya, apa yang dilakukan tuan rumah itu sebagai bentuk ibahatul intifa' sehingga apa yang didapatkan oleh tamu adalah bersifat haqqul intifa'.
berbeda dengan milkul manfaah ia hanya bisa tsubut dengan melalui akad, waris dan yang serupa dengannya.
Berdasarkan keterangan-keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa haqqul intifa' adalah hal yang tidak bisa dipindah tangankan atupun diwariskan, hak tersebut husus pada pemiiliknya, sehingga hak tersebut selesai ketika masa waktunya habis atau si penerima haknya meninggal.
wa allahu a'lam
.........
1. badaai'u al fawaid 1/5
2. mausu'ah al fiqhiyyah 5/182



Post a Comment