-->
9vfg0AJa4SKEeswrn3rRCky8f8QOEXRuxxHmRFzq
© Ifhaam. All rights reserved. Premium By Raushan Design

Labels

Bookmark

Memahami Konsep Mubadaroh dalam Bab Qadha Shalat

Disaat seseorang melewatkan shalat maka wajib baginya untuk meng-qadhanya. Berkaitan dengan meng-qadha, adakalanya meng-qadhanya tersebut sunnah untuk disegerakan atau dalam istilah fiqih nya mubadaroh, dan adakalanya meng-qadhanya tersebut wajib untuk disegerakan (وجوب المبادرة).
Selanjutnya yang akan kita bahas kali ini ialah mengenai tentang kapan mubadaroh dihukumi sunnah dan kapan dihukumi wajib.

Balik lagi ke awal, tadi kan dijelaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu wajib meng-qadha shalatnya, kemudian berkaitan dengan keharusan menyegerakan atau tidaknya, itu dilihat dari sebab ia meninggalkan shalat itu sendiri, nah menyegerakan meng-qadha (المبادرة) hukumnya sunnah, dalam artian boleh saja dia mengakhirkannya (تأخير الفوائت) jika dia meninggalkan shalat karena udzur, hal ini bisa kita lihat dari hadist Nabi  yang menjelaskan tentang perintah meng-qadha shalat itu sendiri, yakni hadist riwayat Annas bin Malik radiyallahu anhu

مَن نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إذا ذَكَرَها، لا كَفّارَةَ لَها إلّا ذلكَ ﴿وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي﴾ [طه: ١٤].

Riwayat hadits ini sahih, bisa dilihat dalam sahih bukhori nomer hadist 597 atau dalam sahih muslim dengan nomer hadits 684. Dalam redaksi hadits barusan disebut “ man nasiya sholatan fal yusholli idza dzakaraaha”. Yang artinya, barang siapa yang yang lupa mendirikan shalat, maka ia mesti melaksanakannya dikala mengingatnya. Imam Nawawi dalam kitabnya syarah sahih muslim juz.5 h.183 menjelaskan bahwa dalam redaksi hadist ini mengandung perintah wajibnya meng-qadha shalat fardhu yang tertinggal, baik tertinggal dengan sebab udzur atau bukan sebab udzur

Kaid “nasiya” (lupa) dalam redaksi diatas sebagai bentuk penjelasan gambaran keluarnya waktu shalat karena “sebab”, yakni lupa, tapi jangan difahami bahwa kewajiban qadha itu hanya di tuntut disaat penyebabnya itu lupa, justru dalam penuturan kaid “lupa” ini ada bentuk peringatan, sekarang logikanya gini “jika qadha shalat fardhu hukumnya wajib walaupun tertinggalnya dengan sebab udzur (contohnya karena lupa), berarti apalagi jika tertinggalnya tanpa sebab udzur. Oleh karena itu penuturan kaid “nasiya” dalam redaksi hadist tersebut menurut Imam Nawawi termasuk من باب التنبية باالأدنى على الأعلى (bentuk peringatan atas hal yang paling tinggi dengan hal yang paling rendah) yakni mengingatkan wajibnya meng-qadha shalat yang ditinggalkan tanpa sebab udzur (اعلى) dengan menuturkan wajibnya qadha shalat yang tertinggal dengan sebab udzur (ادنى).

Sedangkan untuk redaksi “idza dzakaroha” (ketika mengingatnya) dalam redaksi hadits diatas, itu pemahamannya diarahkan atas hukum sunnahnya menyegerakan qadha shalat yang tertinggal  dengan sebab udzur. Sebagaimana yang disimpulkan oleh Imam Nawawi dalam syarh sahih muslim :

 فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَمَحْمُولٌ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ فَإِنَّهُ يَجُوزُ تَأْخِيرُ قَضَاءِ الْفَائِتَةِ بِعُذْرٍ عَلَى الصَّحِيحِ

“redaksi -Fal yusholiha idza dzakaraha- diarahkan pada hukum sunnahnya qadha (shalat yang tertinggal dengan sebab udzur). Maka sesungguhnya boleh mengakhirkan shalat qadha yang tertinggal dengan sebab udzur menurut qaul shohih”.

Nah, dengan melihat pemaparan seperti diatas maka dapat disimpulkan, bahwa qadha shalat fardhu itu wajib, baik ditinggalkan dengan sebab udzur atau tanpa sebab udzur. Dan menyegerakan dalam meng-qadha hukumnya nya sunnah jika sholatnya tertinggal dengan sebab udzur. Juga orang yang meninggalkan shalat dengan sebab udzur itu tidak berdosa.

Selanjutnya, yang perlu kita fahami ialah mengenai hal apa saja  yang termasuk udzur dalam konteks ini. Kalau kita merujuk pada kitab- kitab fiqh syafi’i, disana dituturkan bahwa udzur shalat itu ada dua, pertama tidur, kedua lupa.²

Pertama, Tidur.
Perlu difahami bahwa sebenarnya tidak setiap orang yang melewatkan shalat dengan sebab tidur itu dikatakan udzur. Karena ada batasan-batasan tersendiri dimana tidur bisa dikatakan udzur.

Berkaitan dengan tidur ada dua perincian,

1. Tidur sebelum masuk waktu.
Tidur bisa dikatakan 'udzur  jika tidurnya sebelum masuk waktu shalat yang tertinggal. Contoh seseorang yang meninggalkan shalat dzuhur karena ketiduran, dan tidur nya tersebut sebelum masuk waktu dzuhur. Maka tidur seperti ini dikatakan udzur. Dan bagi orang tersebut tidak wajib mubadaroh (menyegerakan) mengqadha shalatnya. Namun mubadaroh hukum nya sunnah.

2. Tidur setelah masuk waktu.
Jika seseorang tidur setelah masuk waktu shalat, kemudian dengan sebab tidur tersebut ia meninggalkan shalat. Maka ada dua rincian hukum,

Pertama, Termasuk Udzur, jika ia meyakini akan bangun diwaktu yang masih dalam waktu shalat, dengan adanya qarinah (tanda), semisal akan ada orang yang sudah biasa membangunkan.

Kedua, Tidak termasuk udzur, jika dia tidak meyakini akan bangun diwaktu yang masih dalam waktu shalat . Misal seseorang tidur saat udah masuk waktu dzuhur dan ia punya prasangka kuat, dengan sebab tidur tersebut ia akan kebablasan ketiduran sampai keluar waktu shalat, nah tidur semacam ini bukan termasuk udzur. Dan orang tersebut dihukumi  berdosa, Pertama dosa sebab tidurnya, kedua dosa sebab mengeluarkan salat dari waktunya (jika memang tidurnya kebabblasan), hal ini sebagaimana penjelasan Sayyid Ahmad bin Umar Asyatiri dalam kitabnya nailu roja.

فإنه يأثم بالنوم اولا، وبإخراج الصلاة عن الوقت ان استغرق نومه الوقت ثانيا

“sesungguh dia pertama berdosa dengan sebab tidurnya, kedua berdosa sebab mengeluarkan salat dari waktunya (jika memang tidurnya menghabiskan waktu).

Dari kesimpulan diatas, dapat diketahui, bahwa orang yang tidur dikala udah masuk waktu, kemudian ia punya prasangka kuat akan kebabblasan. Namun tenyata dalam kenyataanya dia  tidak kebablasan, misal ternyata dia bangun dan waktu shalat belum habis ia pun melaksanakan shalat didalam waktunya tersebut. ia tetep dihukumi berdosa, yakni berdosa dengan sebab tidurnya.

Sayyid Muhammad bin Ahmad Asyatiri, dalam syarh yaqutunnafis menyinggung masalah “begadang”. Jika seseorang meyakini dengan sebab begadang dia tidak akan bisa bangun untuk shalat subuh, maka baginya haram untuk begadang. Kemudian jika ada orang menjadikan begadang sebagai sebuah kebiasaan, maka tidurnya tidak termasuk udzur, dalam artian jika ia tertinggal shalat subuh dengan sebab tidur tersebut, maka hukumnya berdosa dan wajib mubadaroh, kecuali memang meyakini dia akan bangun diwaktu subuh atau ada orang yang akan menmbangunkannya. Namun menurut Imam Ramli orang yang tidur sebelum masuk waktu shalat itu secara mutlaq tidak dihukumi berdosa walaupun dia tau dengan tidurnya ini akan tertinggala sholatnya. alasannya karena sebelum masuknya waktu shalat ia tidak termasuk yang di khitobi untuk melaksanakan shalat tsb.³

Kedua, Lupa
Hal yang termasuk udzur shalat adalah lupa. Yakni seseorang tidak berdosa disaat meninggalkan shalat karena lupa, namun seperti halnya tidur. Tidak setiap lupa dikatakan udzur shalat. Termasuk udzur dan tidaknya “Lupa” itu dilihat dari sudut pandang ba'is (باعث) atau sesuatu yang mendorong dia menjadi lupa sehingga meninggalkan shalat.

1. Lupa karena perkara-perkara yang diperbolehkan.

Jika shalat terlewat dengan sebab lupa, dan lupanya tersebut karena disebabkan tersibukan oleh perkara yang diperbolehkan maka lupa seperti ini dikatakan udzur. Misal seperti seorang santri yang hanyut dalam keasikan muthola'ah kitab sampai tak ingat waktu, sampai lupa bahwa waktu shalat telah habis. Nah lupa semacam ini termasuk udzur, sehingga dia tidak berdosa, namun tetep wajib qadha dan menyegerakan qadhanya adalah sunnah.

2. Lupa karena perkara yang di larang

Nah jika lupanya disebabkan  oleh perkara yang dilarang syariah,seperti hal-hal yang diharamkan agama, dan semakna dengan ini ialah perkara-perkara yang dimakruhkan. Maka lupa semacam ini tidak termasuk udzur. Sehingga dia berdosa dengan sebab mengeluarkan salat dari waktunya.

Wa allahu a’lam
________

1. syarh sohih Muslim Juz.5 Hal.183

قَوْلُهُ ص مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فِيهِ وُجُوبُ قَضَاءِ الْفَرِيضَةِ الْفَائِتَةِ سَوَاءٌ تَرَكَهَا بِعُذْرٍ كنوم ونسيان أم بِغَيْرِ عُذْرٍ

2. Namun sebagian ulama menambahkan dua lagi, yakni jam’u dan ikroh,  Jam’u sendiri gambarannya yakni seperti orang yang menjama’ dzuhur dengan ashar dg jama’ ta’khir (dilaksankan di waktu ashar). Maka yg seharusnya dia shalat dzuhur diwaktunya sekarang dengan sengaja ia mengeluarkan shalat dzuhur dari waktunya, nah orang ini tidak akan berdosa, karena sebab udzur yakni sebab men-jama, sebagaimana yang bisa kita liat keterangannya dalam kitab syarah yaqutu nafis juz 1 hal 185

اذا اخر الظهر الى العصر او المغرب الى العشاء للجمع جاز له تأخيرها الى وقت الثانية

Kemudian ikroh yang berarti paksaan, Sayyid Muhammad bin Ahmad Asyatiri dalam kitabnya Syarh Yaqutunnafis menggambarkannya dengan kasus seseorang yang sedang di penjara, jika misal orang tersebut dilarang untuk shalat dan diancam akan dibunuh jika melaksankan shalat, maka baginya boleh untuk mengakhirkan shalat, dan wajib mengqadha nya dilain waktu, ini termasuk udzur menurut qaul yang mu’tamad.

3. syarh yaqutunnafis; juz 1 hal.185

 
Post a Comment

Post a Comment