Ada sebuah maqolah yang berbunyi
ينبغي لكل شارع في فن ان يتكلم على البسملة بطرف مما يناسب ذلك الفن المشروع
“ Singkat makna dari ungkapan barusan adalah, bagi yang hendak memulai mempelajari sebuah disiplin ilmu tertentu, sebaiknya untuk mengulas bismillah terlebih dahulu dari sudut pandang disiplin ilmu tersebut. Nah, sekarang kita bayangin aja akan memulai mengkaji kitab dalam disiplin ilmu munadzoroh, berarti hal yang semestinya kita bahas adalah seputar bismillah dalam sudut pandang munadzoroh.
Sebelum lanjut lebih jauh, Kalian mungkin pernah juga dengar kaidah.
كل من تكلم بكلام او تحاول بحال ادعى صحته او حسنه دعوى ضمنيا
“kullu man takallama bi kalamin au tahawwala bi halin idda’a sihhatahu au husnahu da’wan dimniyyan.” nah pembahasan kita pada kali ini akan berangkat dari kaidah tersebut, kesimpulan dari kaidah barusan ialah bahwa “setiap orang yang berucap atau bertindak, maka secara tidak langsung dengan mengucapkan atau melakukan sesuatu itu, orang tersebut mengklaim sahih dan baik nya apa yang ia lakukan atau yang ia ucapkan tersebut”.Kenapa harus menyinggung kaidah ini sih..?
Jadi gini, kan fokus kita mau bahas bismillah dalam kacamata Munadzoroh, nah disaat kita membaca kitab ( disini khususnya kitab-kitab Munadzoroh ) pasti dong kita akan menemukan bismillah di awalnya.
Berarti dapat disimpulkan : “Muallif (pengarang) mengawali karyanya dengan bismillah.”
Lalu, kalau kita lihat kaidah diatas tadi, berarti apa yang dilakukan Mualif yakni mengawali karyanya dengan bismillah, menyimpan makna yang tersirat. Yaitu Mualif secara tidak langsung men-da’wa (mengklaim) bahwa "mengawali penulisan kitab dengan bismillah itu adalah hal sahih dan baik".
Dengan dibuatnya kesimpulan seperti ini, kita bisa mulai memetakan pembahasannya.
Bisa kita urutkan terlebih dahulu gambarannya,
1. Mu’alil : yang mengutarakan klaim, dalam contoh kasus disini adalah Muallif (pengarang)
2. Da’wa (klaim) : dalam contoh kasus disini adalah “mengawali penulisan karya dengan bismillah adalah sesuatu yang sahih dan baik.”
3. Sa'il (orang yang tidak setuju dengan klaim mu’alil)
Nah kalau udah faham alurnya seperti ini, barulah kita liat secara ilmu munadzorohnya, jika ada klaim dari seorang Mu’alil, dalam kasus ini berarti Mualif yang mengklaim bahwa "mengawali penulisan kitab dengan basamallah itu adalah hal yang sahih dan baik, maka bagi Sail (orang yang kontra) ada tiga wadhifah (hal yang bisa dilakukan) sebagai bentuk kontra terhadap si Mu’alil (orang yang mengutarakan klaim).
Atau lebih gamblangnya gini, “kalau ada orang yang gak setuju dengan klaim seseorang maka baginya ada tiga hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk sanggahan atau penolakan terhadap klaim orang lain yang tidak ia setujui” Ketiga hal tersebut adalah Man’u haqiqi - Naqd syabihi – Mu'arodoh taqririyyah.
Untuk penjelasan lebih rinci dari setiap wadzifah ini.
Kita lanjut di bagian kedua...



1 comment