-->
9vfg0AJa4SKEeswrn3rRCky8f8QOEXRuxxHmRFzq
© Ifhaam. All rights reserved. Premium By Raushan Design

Labels

Bookmark

Dikala Peramal Yahudi Merayu Sayyid Abdullah Untuk Berbuat Keji.


Jika kita membaca kembali kisah pernikahan Sayyid Abdullah dengan Sayyidah Aminah, kita bisa melihat beberapa fakta menarik dan mengejutkan yang terjadi.

Dikala Abdullah mulai menginjak usia dewasa, Abdul Mutholib bermaksud untuk menikahkan putranya tersebut, Ahli sejarah berbeda pendapat mengenai usia pasti Abdullah saat menikah, ada yang mengatakan bahwa ia menikah pada usia 18 tahun, adapula yang mengatakan pada usia 25 tahun dan ada yang berkata pada usia 30 tahun.1

Setelah melewati pertimbangan yang panjang, akhirnya Abdul Mutholib memutuskan untuk melamar Aminah binti Wahab dan menikahkan nya dengan Abdullah. Abdul Mutholib sangat hati hati dalam memilihkan pasangan untuk sang puteranya, karena dalam keluarga Abdul Mutholib ada sebuah peraturan yang tidak tertulis, yaitu jangan sampai diantara keluarga Abdul Mutholib ada yang menikah dengan seorang wanita yang pernah berzina, atau dari keturunan yang pernah terbukti berbuat keji. Karena ini, Abdul Mutholib sangat berhati-hati dalam memilih calon pendamping hidup puteranya.

Selain melamar Aminah binti Wahab untuk Abdullah, Abdul Mutholib juga melamar Halah binti Wuhaib untuk ia sendiri, Wahab dan Wuhaib masih bersaudara, dari Halah binti Wuhaib inilah Abdul Mutholib punya Hamzah, dan menariknya Hamzah juga pernah disusui oleh Tsuaibah Al Aslamiyyah seorang budak Abu Lahab yangdimerdekakan dikala Rasulullah terlahir. Oleh karena itu Sayyidina Hamzah adalah Paman Rasulullah dari jalur nasab dan ia juga sebagai saudara laki laki Rasulullah sebab rodo' (sepersusuan).2

 

Singkat cerita,  hari pernikahan tiba, Abdullah dan Abdul Mutholib dengan gagah berjalan menuju rumah pengantin perempuan dengan diiringi oleh keluarga dan kerabatnya, di sebuah jalan dekat Ka’bah seorang perempuan menghentikan langkah Abdullah dan bertanya,”Hendak pergi kemana engkau wahai Abdullah.” perempuan tersebut adalah laila Al Adawiyyah saudara Waraqoh, Waraqoh sendiri pada saat itu beragama Nashrani dan Laila pun melakukan hal sembrono ini karena termotivasi dari Waroqoh yang pernah berkata bahwa kelak dari suku Quraisy akan lahir seorang nabi terakhir, hal inilah yang membuat Laila berani untuk berkata konyol kepada Abdullah, ia lupa bahwa puluhan pasang mata sedang melihatnya.  “Wahai Abdullah jika engkau bersedia menerimaku sebagai istrimu aku akan memberi seratus unta kepadamu.” Ucap Laila. “Aku selalu mengikuti kehendak ayahku, dan aku tidak akan pernah meninggalkannya." jawab Abdullah.

Belum sempat sampai kerumah mempelai wanita, Abdullah kembali dicegat oleh seorang perempuan bernama Fatimah bint Murr Al Khatsamiyyah, dia adalah seorang peramal yahudi yang tekun mendalami kitab taurat, dia melakukan hal yang lebih parah daripada Layla Al Adawiyyah hal ini dilakukan karena keyakinnya bahwa Abdullah ini lah yang akan menjadi calon ayah bagi nabi terakhir yang akan diutus, ia mengungkapkan kalimat yang sangat tidak sopan. “ Wahai Abdullah, maukah kamu berhubungan denganku, jika kamu berkenan maka akan aku berikan seratus unta kepadamu.” Ucapnya.

Abdullah menjawab dengan sangat tegas, ia menjawab dengan sebuah Sya’ir dalam bahar rajaz

أَمَّا الْحَرَامُ فَالْمَمَاتُ دُونَهْ ... وَالْحِلُّ لَا حَلَّ فَأَسْتَبِينَهْ

فَكَيْفَ لِي الْأَمْرُ الَّذِي تَبْغِينَهْ

“Segala sesuatu yang diharamkan aku bersedia mati untuk menjauhinya, sedangkan sesuatu yang dihalalkan maka aku harus mengetahui lebih jelas tentangnya, bagaimana aku akan memenuhi permintaanmu yang tercela itu, padahal orang yang mulia akan menjaga harga diri dan agamanya”.3

 

Begitulah peristiwa dua orang wanita yang sudah mengetahui kelebihan Abdullah luar dalam. Ia rela melakukan apapun demi menggapai tujuannya, namun prinsip Abdullah yang tak tergoyahkan, sehingga mereka terpaksa gigit jari.

 

Wa allahu a’lam

.........................

1. Nihayatul arrabi fi fununil adab. hal.58

2. Arrasfu fi ma ruwiya an Nabiyi min al fi'li wa al wasfi. Hal.31

3. Dalailu an nubuwwah li Abi Na'im al Asbihani. Hal.131

          

 

0

Post a Comment