-->
9vfg0AJa4SKEeswrn3rRCky8f8QOEXRuxxHmRFzq
© Ifhaam. All rights reserved. Premium By Raushan Design

Labels

Bookmark

Relasi antara Syariah dan Aqidah

Kita sering menyaksikan orang-orang yang mengaku ngaku bertasawuf (mutashowwifin) mereka selalu membicarakan istilah ma'rifat haqiqat padahal mereka tidak memahaminya, merasa paling ma'rifat sampai berani mengatakan tidak perlu bersyariat yg penting wushul ma'rifat kepada Allah. Padahal jauh jauh hari Rasulullah sampai menuju ke sebuah tempat untuk bermunajat kepada Allah dalam peristiwa besar isra mi'raj dan kembali dengan membawa syariat sholat. Pada dasarnya syariat tidak bisa dilepaskan dengan yg lainnya. Seperti hubungan erat antara syariat dan aqidah. Tidak bisa seseorang berkata "saya tidak perlu shalat yang penting iman kepada Allah dan wushul kepada Allah". Orang seperti itu tidak memahami bahwasanya antara Syariat dan Aqidah itu memiliki relasi. Pada tulisan kali ini penulis akan melampirkan contoh contoh kecil yg memberikan pemahaman adanya relasi antara syariat dan aqidah.

dalam kehidupan tidak terlepas dari berjalannya norma dan aturan kehidupan itu sendiri. Dalam fiqh islam sebagaimana banyak dikatakan oleh para ulama bahwa hukum syariah itu mengatur segala perbuatan (af'al) dan ucapan (aqwal) mukallaf.

Syariah memiliki hubungan kuat dengan keimanan kepada Allah juga memilki ikatan sempurna terhadap rukun-rukun aqidah. Apalagi terhadap keimanan atas hari akhir.

Hal ini terjadi karena keimanan seseorang terhadap Allah adalah sesuatu yang menjadikannya berpegang teguh pada hukum agama dan menerapkannya secara rela tanpa terpaksa.

Pun sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Allah ia tidak terikat perintah sholat, puasa, dan ibadah lainnya. Walaupun pada haqiqatnya mereka mendapatkan tuntutan tsb.

Maka dapat disimpulkan bahwa berkomitmen penuh dalam melaksanakan hukum syariah adalah bagian dari beriman kepada dzat yang telah menurunkan syariat itu sendiri.

Ada banyak ayat ayat Al quran yang menjelaskan hubungan antara fiqh dan keimanan.
Diantaranya Adalah ayat 6 surah Al Maidah.

يا أَيُّها الَّذينَ آمنوا إذا قُمْتُمْ إلى الصَّلاةِ فاغْسِلوا وُجُوهَكُمْ وأَيْدِيَكُمْ إلى المَرَافِقِ

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan thaharoh (bersuci) dan menjadikan thaharoh sebagian dari hal yang tak dapat dipisahkan dari keimanan seseorang terhadap Tuhannya.

Kemudian dalam surah Al Baqoroh ayat 183. Dalam ayat tersebut Allah mewajib berpuasa ramadhan yang mana dengan puasa ini seseorang dapat mencapai derajat taqwa. Kemudian keimanan menjadi penghubungnya. Hal ini terlihat dari khitob dalam ayat tersebut yang menggunakan kalimat "يا أَيُّها الَّذينَ آمنوا"
(Wahai orang-orang yang beriman).


Selanjutnya ayat Alquran yang menjelaskan adanya ikatan antara syariah dan keimanan adalah ayat 10 surah Al Maidah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menjauhi Khamr, Perjudian, berkorban untuk berhala, mengundi nasib. Dan perintah menjauhi ini terletak setelah seruan terhadap orang orang yang beriman. Hal inu memberikan isyarat bahwa menjauhi hal-hal diatas memiliki hubungan dengan  kesucian iman seseorang.

Masih banyak ayat Al Qur'an yang menegaskan tentang adanya hubungan antara syariah dan aqidah.

Waallahu a'lam bi showab

0

Post a Comment